LPA

Selasa, 08 November 2011

Merosotnya Peringkat Kualitas Hidup

MEROSOTNYA peringkat kualitas hidup penduduk Indonesia menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan negeri ini. Setidaknya kita kalah cepat dibanding kemajuan negara lain, termasuk negara tetangga. Padahal anggaran pendidikan dan kesehatan telah dinaikkan berkali lipat. Penggunaan anggaran yang kurang efektif dan merajalelanya korupsi membuat lamban perbaikan kualitas hidup rakyat.
Dalam daftar indeks pembangunan manusia terbaru yang dilansir United Nations Development Program (UNDP), Indonesia berada pada peringkat ke-124 di antara 187 negara yang disurvei. Ini berarti merosot dari posisi tahun lalu, yang berada di urutan ke-108 dari total 169 negara.
Indonesia kedodoran dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Negeri ini hanya menempati urutan keenam di bawah negara tetangga, seperti Singapura, yang berada di posisi ke-26, Brunei (ke-33), Malaysia (ke-61), Thailand (ke-103), dan Filipina (ke-112). Posisi negara kita hanya lebih baik ketimbang Laos, Kamboja, dan Myanmar, yang perekonomiannya jauh tertinggal.
Kenyataan itu jelas memprihatinkan. Sebab, Human Development Index, yang dikembangkan oleh pemenang Nobel asal India, Amartya Sen, dan ekonom Pakistan, Mahbub ul-Haq, mengukur sejauh mana pembangunan ekonomi bermanfaat bagi kemajuan manusianya. Karena itulah, indeks ini tidak hanya didasarkan pada pengukuran standar hidup seperti biasa digambarkan dengan indikator pendapatan per kapita, tapi juga pada pencapaian tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.
Secara umum harus diakui, tren indeks pembangunan manusia Indonesia terus membaik selama tiga dekade terakhir. Namun peringkat yang merosot menunjukkan laju perbaikan di negara-negara lain berjalan lebih cepat. Perhatian khususnya perlu diarahkan pada indikator pendidikan. Dalam laporan itu disebutkan, lama bersekolah penduduk Indonesia rata-rata hanya 5,8 tahun. Ini sungguh ironis, mengingat anggaran pendidikan telah dinaikkan dua kali lipat menjadi seperlima dari total belanja negara. Nilainya tahun ini mencapai lebih dari Rp 270 triliun.
Realitas menunjukkan anggaran yang segunung itu kerap diselewengkan sehingga tidak semuanya dinikmati masyarakat. Sungguh banyak kasus korupsi yang terjadi dalam penggunaan anggaran pendidikan. Tak jarang pula, dana itu tersalurkan secara penuh namun tidak tepat sasaran. Akibatnya, hingga kini banyak rakyat masih kesulitan mengenyam pendidikan gratis seperti dicanangkan pemerintah.
Jika bangsa ini ingin maju, petiklah pelajaran dari Cina. Negeri Panda itu kini berjaya karena sejak lama membangun sumber daya manusianya. Pada 1870, tingkat melek huruf penduduk dewasa di Cina mencapai 21 persen, jauh di atas Asia Selatan dan Afrika (masing-masing 3 persen), juga Amerika Latin (15 persen). Dua dekade silam, lama bersekolah penduduk Cina pun sudah mencapai 5,2 tahun, lebih tinggi daripada India (3,7 tahun) atau negara berkembang Asia lainnya (3,5 tahun).
Dengan bermodalkan manusia unggul, ditambah sikap tegas pemerintahnya terhadap kejahatan korupsi, Cina melaju kencang. Negara yang di masa lalu pendapatan per kapitanya masih setara dengan Bangladesh, India, Pakistan, dan Vietnam, serta lebih miskin dari Indonesia, Filipina , dan Thailand, itu kini menjelma menjadi raksasa ekonomi dunia.

Sumber : tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar